Powered by Blogger.

Koneksi Antar Materi Modul 2.1 Pembelajaran untuk Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid

Salam dan Bahagia!

Kali ini saya akan membahas mengenai Pembelajaran Berdiferensiasi dan koneksi modul 2.1 dengan modul PGP sebelumnya. Penjelasan mengenai Pembelajaran Berdiferensiasi yang saya sampaikan di sini merupakan konsep yang saya pelajari dari modul PGP, modul diklat Fostering Student Motivation and Engagement yang pernah saya ikuti, serta sumber - sumber lain.

Pembelajaran berdiferensiasi adalah metode pengajaran di mana guru menggunakan berbagai cara yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan individu setiap siswa.

Adapun Ciri-ciri/karakteristik Pembelajaran Berdiferensiasi, yaitu

1. Berorientasi pada peserta didik, dimana guru merancang pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswanya. 

2. Menyediakan berbagai pendekatan. Pembelajaran diferensiasi dapat melakukan berbagai pendekatan dalam konten, proses, maupun produk.

3. Berakar pada asesmen. Dalam pembelajaran berdiferensiasi, terdapat asesmen formatif guna melakukan perubahan dan perbaikan selama pembelajaran serta asesmen formatif untuk menentukan tingkat pemahaman siswa terhadap pembelajaran.

4. Campuran dari pembelajaran klasikal dan individu dengan bentuk pengelompokan yang bervariasi


Menurut Tomlinson (2013), perbedaan kebutuhan belajar yang dimiliki siswa terdiri dari kesiapan belajar, minat, dan profil belajar. Sehubungan dengan itu, ada 3 macam strategi diferensiasi yang bisa dilakukan sehingga siswa dapat belajar dengan maksimal.

1. Diferensiasi Konten

Kita dapat memberikan jenis kegiatan yang sama kepada siswa dengan tingkat kesulitan yang berbeda. Kita juga dapat memberikan scaffolding untuk membantu siswa.

-Berikan dukungan di awal dan secara bertahap hilangkan dukungan tersebut saat tidak lagi dibutuhkan

-Aktifkan pengetahuan awal siswa dan hubungkan dengan konsep baru

-Ajarkan kosa kata terlebih dahulu sebelum membahas teks bacaan

-Bagi kegiatan menjadi langkah-langkah sederhana

-Berikan model yang dapat ditiru siswa

-Berikan kalimat yang kosong untuk diisi

-Berikan waktu berpikir yang cukup sebelum menjawab pertanyaan

 

2. Diferensiasi Proses

Artinya, kita memberikan tugas yang berbeda kepada siswa yang berbeda.

Kita dapat membangun stasiun pembelajaran (learning stations) tempat kelompok-kelompok siswa mengerjakan berbagai aktivitas. Misalnya, kita memiliki 4 stasiun. Di stasiun Menulis, siswa membuat daftar/cerita, menulis esai menggunakan kosakata yang diberikan, merencanakan penulisan fiksi/nonfiksi, menanggapi pertanyaan/petunjuk, dll. Di stasiun Membaca, siswa membaca secara mandiri, bergiliran membaca dengan suara keras, menanggapi teks dengan menggambar, menulis, atau menjawab pertanyaan, melengkapi pengatur grafis, dll. Di stasiun Mendengarkan, mereka mendengarkan teks/dialog lalu menulis jurnal, menjawab pertanyaan tentang apa yang telah didengarkan, mengisi bagian yang kosong, dll. Sementara itu, di pos Guru, siswa belajar, mengulas, atau memperkuat keterampilan/konsep tertentu. Ini terutama dapat ditujukan kepada siswa yang memerlukan bantuan (kelompok siswa yang kurang menguasai) atau kelompok siswa yang berkemampuan lebih dan memerlukan pengayaan.

1.   3. Diferensiasi Produk

Siswa dapat menunjukkan pemahaman atau keterampilan mereka dengan berbagai cara, seperti membuat video, berpidato/berdiskusi di TED, membuat poster, menulis karya tulis, membuat sandiwara, dan lain-lain sesuai dengan minat mereka.

Contoh Pembelajaran Berdiferensiasi:

1. Memberikan beberapa teks dengan beberapa topik berbeda sesuai minat siswa (diferensiasi konten)

2. Memberikan hands on materials kepada siswa yang masih belajar konkrit dan memberikan soal langsung kepada siswa yang sudah pada level belajar hal abstrak

3. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar pada pojok – pojok kegiatan

di kelas dengan pertanyaan pemandu yang berbeda – beda (diferensiasi proses)

4. Memberikan tenggat waktu lebih panjang kepada siswa yang memerlukan

tambahan waktu dalam pengerjaan tugas (diferensiasi proses)

5. Memberikan pilihan kepada siswa untuk menunjukkan pemahaman dalam bentuk

menulis, melakukan presentasi, membuat video, dll (diferensiasi produk)


Yang bukan merupakan contoh pembelajaran berdiferensiasi:
1. Memberikan lebih banyak tugas kepada siswa yang lebih pintar, dan memberikan lebih sedikit tugas kepada siswa yang kurang pintar
2. Menyediakan hanya 1 macam kegiatan pembelajaran untuk siswa dalam 1 kelas
3. Guru selalu mengelompokkan siswa berdasarkan gaya belajarnya (visual, auditori, dan kinestetik) dan siswa selalu belajar dengan gaya belajar yang sama

Pembelajaran berdiferensiasi dapat memenuhi kebutuhan belajar murid dan membantu mencapai hasil belajar yang optimal karena pembelajaran diferensiasi memang dibuat berdasarkan adanya perbedaan kebutuhan murid, yang meliputi kesiapan belajar, minat, dan profil belajar. Sebagai contoh, adanya diferensiasi produk merupakan salah satu upaya untuk mengakomodir adanya perbedaan minat pada murid sehingga guru memberikan kebebasan kepada murid untuk mengekspresikan pemahamannya terhadap suatu materi dalam bentuk produk yang sesuai dengan minat murid. diferensiasi proses misalnya, merupakan upaya untuk menanggapi adanya perbedaan kesiapan belajar sehingga dengan bantuan equalizer, guru dapat memberikan bantuan pembelajaran sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh siswa. 
Pada modul 1.1, saya mempelajari filosofi pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara dimana Beliau beranggapan bahwa pendidikan harus dilaksanakan dengan mengikuti kodrat alam dan kodrat zaman, dan bertujuan menuntun siswa untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi - tingginya. 
Modul 1.2 membahas nilai guru penggerak yang salah satunya adalah berpihak pada murid dan peran guru penggerak yang menjadi pemimpin pembelajaran, modul 1.3 mengenai visi guru penggerak dimana guru berupaya mewujudkan pembelajaran yang berkualitas dengan melakukan analisis BAGJA untuk mencapainya, dan modul 1.4 mengenai budaya positif. Semua konsep inilah yang kemudian direalisasikan di kelas melalui adanya pembelajaran yang berpihak pada murid, yaitu pembelajaran yang mempertimbangkan kebutuhan murid dalam wujud PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI. Karena itu, penting bagi guru untuk memahaminya karena semua teori - teori tersbut bermuara pada implementasi di kelas, dalam hal ini pembelajaran berdiferensiasi.


Ni Putu Herma Yanthi, S.Pd.,M.Pd.
SMK Negeri 1 Tabanan
Calon Guru Penggerak Angkatan 11
Kabupaten Tabanan, Bali

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Aksi Nyata Modul 1.4 Budaya Positif

Salam dan Bahagia!
Berikut saya sampaikan pelaksanaan aksi nyata modul 1.4 yang saya lakukan di sekolah.

A. LATAR BELAKANG

Penerapan budaya positif disekolah merupakan salah satu upaya peningkatan kualitapendidikan nasional.
Penerapan budaya positif ini tidak bisa dilakukan tanpa kolaborasi dari semua warga sekolah. Dengan penerapan budaya positif ini diharapkan dapamewujudkan visi dan misi sekolah.

B. TUJUAN
Dengan penerapan budaya positif, siswa diharapkan dapat memiliki perilaku sesuai Profil Pelajar Pancasila. Aksi nyata dapat menumbuhkan budaya positif di lingkungan sekolah dimulai dari pembuatan keyakinan kelas hingga terbentuk keyakinan sekolah, yang sesuai dengan profil pelajar Pancasila.

C. TOLOK UKUR
Siswa mampu membuat kesepakatan tentang keyakinan kelas untuk ditaati bersama. Peserta dapat mengaplikasikan nilai-nilai profil pelajar Pancasila secara sadar dan berkesinambungan dalam proses belajar.
 
D. LINIMASA TINDAKAN YANG DILAKUKAN
1. Sosialisasi kepada Kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan terkait Disiplin Positif dan Nilai-Nilai Kebajikan Universal, Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan, Keyakinan Kelas, Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia Berkualitas, Lima Posisi Kontrol, dan Segitiga Restitusi.
2. Guru menjelaskan tentang keyakinan kelas kepada siswa dan memfasilitasi pembuatan keyakinan kelas
3. Menumbuhkan, menanamkan dan membiasakan nilai-nilai profil pelajar pancasila
4. Mendokumentasikan setiap kegiatan yang menumbuhkan, mencerminkan dan membiasakan nilai-nilai profil pelajar Pancasila.
 
E. DUKUNGAN YANG DIBUTUHKAN Dukungan dari seluruh warga sekolah serta partisipasi aktif orang tua di rumah dalam membiasakan budaya positif.
Kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan menjadi role model/teladan bagi siswa dalam menanamkan budaya positif di sekolah.
Kolaborasi seluruh warga sekolah dalam menciptakan serta membiasakan budaya positif di sekolah 

F.
REFLEKSI AKSI NYATA
Kegiatan aksi nyata diikuti oleh 13 orang guru dan tenaga kependidikan di lingkungan SMK Negeri 1 Tabanan. Setelah dibuka oleh Ibu Wakil Kepala Sekolah urusan Kurikulum, 2 orang Calon Guru Penggerak Angkatan 11 Kabupaten Tabanan menyampaikan materi terkait Budaya Positif di sekolah. Peserta diseminasi merupakan guru - guru baru di sekolah serta tenaga kependidikan yang sebelumnya belum mengikuti diseminasi mengenai budaya positif yang dilaksanakan oleh rekan guru CGP angkatan sebelumnya. Setelah mendengarkan penjelasan konsep serta contoh penerapan pembuatan keyakinan kelas dan penerapan langkah - langkah segitiga restitusi, para peserta diseminasi memberikan pertanyaan - pertanyaan kepada pembicara (CGP) yang menunjukkan antusiasme warga sekolah, terutama guru, untuk membangun budaya positif di SMK Negeri 1 Tabanan. Melalui pelaksanaan aksi nyata yang berjalan dengan lancar ini, walaupun hanya dilakukan dalam kelompok kecil, CGP berharap agar semua warga sekolah berkomitmen untuk mewujudkan budaya positif di sekolah karena tanpa dukungan dari semua pihak, budaya positif tersebut tidak akan terwujud.


Ni Putu Herma Yanthi

CGP Angkatan 11
Kabupaten Tabanan


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Koneksi Antar Materi Modul 1.4 BUDAYA POSITIF

Salam Bahagia!

Menurut Ki Hadjar Dewantara, tujuan pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak agar mereka mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia dan anggota masyarakat. Untuk mewujudkan hal itu, terdapat nilai-nilai Guru Penggerak yang terdiri dari Mandiri, Kolaboratif, Reflektif, Inovatif, dan Berpihak Pada Peserta Didik dan peran Guru Penggerak seperti menjadi pemimpin pembelajaran, menggerakan komunitas praktisi, menjadi coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi, dan mewujudkan kepemimpinan murid yang perlu diterapkan. Kemudian, dalam merencanakan dan menyelaraskan upaya mewujudkan tujuan pendidikan, guru penggerak menyusun visi yang mengandung kekuatan filosofi KHD yaitu keberpihakan pada murid dan mengundang upaya kolaboratif seluruh warga sekolah.Visi tersebut kemudian diturunkan menjadi tujuan-tujuan rinci berupa Prakarsa Perubahan dengan model manajemen perubahan BAGJA yang mengikuti pendekatan Inkuiri Apresiatif.

Peran saya dalam menciptakan budaya positif di sekolah dengan menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan  sekolah/kelas, segitiga restitusi dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya yaitu Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak,  serta Visi Guru Penggerak, mencakup:
1. pemantapan insersi filosofi pendidikan KHD, nilai, dan peran guru penggerak dalam diri dengan perubahan pola pikir untuk mewujudkan pendidikan berkualitas.
2. penerapan nilai dan peran guru penggerak dalam bentuk aksi nyata di lingkungan sekolah, didukung dengan prakarsa perubahan yang dilakukan guna mencapai visi pribadi sebagai guru profesional
3. berupaya menciptakan budaya positif di lingkungan belajar dengan turut serta dalam penciptaan keyakinan kelas/sekolah, berkolaborasi dengan seluruh warga sekolah, serta menjadi teladan bagi siswa dan guru lain.

Setelah melewati modul 1.4, semakin banyak konsep yang saya pelajari, di antaranya konsep - konsep yang berkaitan dengan budaya positif seperti disiplin positif, teori kontrol,  teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. 

Disiplin positif berkaitan dengan disiplin diri, kontrol diri, bagaimana seseorang menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai. Seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal. 

Selain itu, saya juga belajar mengenai teori kontrol oleh Dr. William Glasser, yang menunjukkan ilusi bahwa guru mengontrol siswa, bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat, dan bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa yang semuanya merupakan anggapan yang salah.

Di dalam modul 1.4 disebutkan bahwa motivasi perilaku manusia terdiri dari: Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman, Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain, dan Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Dimana motivasi terakhir inilah yang bersifat jangka panjang dan akan membuat seseorang memiliki disiplin positif karena motivasi berperilakunya bersifat internal, bukan eksternal.

Dalam proses pembelajaran, terdapat konsep penghargaan dan hukuman yang berhubungan dengan motivasi siswa. Penghargaan merupakan bentuk pengakuan atas pencapaian siswa dalam belajar. Memberikan penghargaan kepada siswa dalam bentuk pujian, hadiah, atau bentuk lain yang sesuai dengan prestasi siswa dapat meningkatkan motivasi belajar dan memberikan rasa percaya diri pada siswa. Di sisi lain, hukuman merupakan konsekuensi menyakitkan atas pelanggaran yang dilakukan oleh siswa. Hal ini terjadi karena dengan adanya hukuman siswa dianggap akan takut membuat pelanggaran. Sehingga, baik hukuman maupun penghargaan tidak efektif membentuk disiplin dan perilaku seseorang dalam jangka panjang. 

Dalam kaitannya dengan penindakan pelanggaran siswa, terdapat lima posisi kontrol guru yaitu sebagai penghukum, pembuat rasa bersalah, teman, pemantau, dan manajer. Dimana yang harus kita lakukan sebagai guru adalah sebagai manajer yang dapat melakukan langkah - langkah segitiga restitusi yang terdiri dari menstabil identitas, validasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan. Keyakinan yang dimaksud di sini adalah keyakinan kelas atau sekolah yang dihasilkan dari kesepakatan antara guru dan siswa yang didasarkan pada nilai - nilai kebajikan universal yang ingin diterapkan maupun dicapai di lingkungan sekolah. Restitusi sejatinya adalah proses menciptakan kondisi bagi siswa untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan siswa untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu siswa berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996). Langkah menstabilkan identitas dilakukan berdasarkan prinsip bahwa membuat kesalahan adalah bagian dari proses pembelajaran yang nantinya akan menggeser identitas gagal ke arah identitas sukses. Validasi tindakan yang salah dilakukan berdasarkan prinsip bahwa setiap perilaku berupaya memenuhi suatu kebutuhan tertentu sehingga guru atau orang tua akan bergeser dari pemikiran stimulus respon menjadi proaktif serta akan lebih mengenali dan mengakui kebutuhan siswa atau anak. Kemudian guru menanyakan keyakinan untuk memunculkan motivasi secara intrinsik sehingga mampu mengaitkan keyakinannya dengan tindakan yang salah. Jadi, restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan, sebagai penguatan karakter, dan merupakan tawaran, bukan paksaan.

Setelah melalui modul 1, terutama modul 1.4, banyak pemikiran saya yang berubah terutama dalam hal menghadapi kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan oleh siswa. Pada awalnya, saya percaya bahwa hukuman dan penghargaan merupakan hal terbaik yang dapat dilakukan untuk membentuk karakter siswa menjadi yang kita harapkan. Ternyata, setelah mempelajari Segitiga Restitusi, saya menyadari bahwa pendekatan inilah yang efektif dalam mengubah perilaku siswa dari negatif menjadi positif dalam jangka panjang karena siswa dilibatkan dalam menyadari kesalahannya dan menentukan apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kesalahannya tersebut sehingga dapat diterima kembali di komunitasnya.
Sebelum mengenal konsep restitusi, saya pernah mengambil beberapa posisi kontrol. Jika dilihat kembali dari apa yang saya alami di sekolah, kadang-kadang apa yang saya lakukan, baik sebagai penghukum, pembuat rasa bersalah, maupun sebagai teman, kadang "berhasil" membuat siswa menjadi lebih baik, namun kadang juga tidak. Saya tidak pernah menerapkan segitiga restitusi karena tidak memiliki pengetahuan tentang hal tersebut. Setelah mempraktikkannya, saya merasa lega saat menyadari bahwa posisi kontrol manajer yang menerapkan segitiga restitusi dapat membantu siswa untuk menjadi lebih bertanggung jawab terhadap tindakannya karena menurut saya hal itulah yang penting. Apapun pilihan siswa terhadap perilakunya, merekalah yang akan menerima akibatnya baik sekarang maupun di masa depan, sehingga sudah tentu mereka perlu bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan membentuk disiplin diri bukan karena motivasi eksternal. Perkara baik dan hal yang perlu diperbaiki dalam penerapannya menurut saya berkaitan dengan kebiasaan. Jika nanti sudah terbentuk kebiasaan, sudah barang tentu proses komunikasi dalam penyampaian pertanyaan - pertanyaan efektif dalam langkah segitiga restitusi dapat menjadi lebih baik dan komunikatif. Namun memang perlu diapresiasi, jika melihat respon siswa, dengan tanpa rasa takut terhadap hukuman, atau rasa haus akan penghargaan, perbaikan karakter menjadi harapan guru yang rasanya lebih mudah untuk digapai.
Selain itu, hal lain yang penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah adalah pentingnya untuk menyesuaikan pola - pola restitusi dengan latar belakang siswa, baik dari usia, kematangan kemampuan komunikasi, maupun latar belakang lainnya. Karena pemahaman mengenai hal tersebut tentu akan membantu guru dalam proses diskusi agar tujuan restitusi dapat tercapai.

Ni Putu Herma Yanthi, S.Pd.,M.Pd.
SMK Negeri 1 Tabanan
Calon Guru Penggerak Angkatan 11 Kabupaten Tabanan, Bali


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS